Museum Negeri Gayo, yang berdiri kuat di jantung kota Takengon, Kabupaten Aceh tengah, ialah lokasi yang simpan cerita panjang peradaban warga Gayo. Semenjak dibangun di tahun 2005 dan diatur oleh Pemerintahan Kabupaten Aceh tengah, museum ini sudah menjadi saksi bisu perjalanan sejarah, budaya, dan keberagaman alam warga Gayo yang kaya dan unik.
Menyelami Sejarah Lewat Koleksi Tradisionil
Dalam Museum Negeri Gayo, pengunjung disajikan berbagai ragam koleksi yang menggambarkan kehidupan tradisionil warga Gayo. Dimulai dari alat pertanian seperti cangkul, parang, dan menggalang (kapak), sampai senjata dan perlengkapan rumah tangga tempo dahulu, semua diatur rapi dan penuh arti. Baju tradisi seperti kain songket, ukir-pahatan, dan beragam aksesories budaya ditampilkan, memvisualisasikan keelokan dan filosofi dalam tiap benang dan polanya.
Tidak ketinggal, alat musik tradisionil ciri khas Gayo seperti gegedem dan teganeng ikut membuat bertambah situasi museum, mendatangkan serasi budaya dalam tiap pojok ruang.
Satu diantara koleksi favorit museum ialah ruangan rangka manusia prasejarah yang diketemukan di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang. Penemuan ini ungkap keberadaan manusia purba di Daratan Tinggi Gayo yang diprediksi berumur sekitaran 4.400 tahun. Susunan rangka yang utuh, komplet berbekal pendam berbentuk tempayan, memberi bukti kuat mengenai praktek spiritual yang sudah dikenali semenjak jaman dulu. Analitis DNA memperlihatkan kemiripan di antara rangka itu dengan warga Gayo saat ini, menegaskan jalinan mereka sebagai leluhur yang diwarisi dengan temurun.
Museum ini menjadi tempat untuk pahami tata langkah pernikahan tradisionil Gayo atau mungerje, yang terdiri dari tiga jenjang:
Jege Kol: acara pesta tujuh hari tujuh malam,
Jege Uce: 3 hari tiga malam, dan
Sibensu: sehari satu malam.
Pengunjung bisa menyaksikan beberapa simbol tradisi seperti topong (gelang pengantin), dan peralatan pernikahan yang lain. Ada juga cerita dan benda tradisi seperti alasm tembikar, ampang, dan batil, yang memvisualisasikan penyiapan panjang dalam tradisi pernikahan Gayo.
Museum Negeri Gayo melangsungkan pameran temporer bertopik rempah-rempah yang mainkan peranan penting di kehidupan warga, seperti kayu manis yang dikenali sebagai pengontrol gula darah. Rempah-rempah ini bukan hanya berperan sebagai bumbu dapur, tapi sebagai sisi dari budaya dan peninggalan tradisionil.
Di ruang ini, pengunjung bisa menyaksikan perlengkapan dapur kuno, tempat mengolah dari tanah liat, dan santon (menggantung alas) yang menggambarkan pola hidup warga masa silam.
Museum tampilkan ruang khusus mengenai Kerawang Gayo, kain tradisi kebanggaan warga Gayo yang penuh filosofi dan arti. Pola-motif seperti Emun Pergi, Puncak Rebung, Tekukur, dan Mata ni Lo mempunyai nilai seni dan simbolik yang lebih tinggi. Beberapa warna yang dipakai juga penuh arti:
Kuning menyimbolkan pimpinan yang arif,
Merah lambang keberanian,
Putih simbol kesucian dan kebijakan,
Hijau pertanda permufakatan masyarakat,
Hitam sebagai lambang bumi, tempat bertumpu.
Kekhasan Museum Negeri Gayo tidak cuma berada pada koleksinya, tapi juga pada arsitektur bangunannya yang mengangkat design tradisionil Gayo. Dengan atap lancip dan ornament ciri khas, museum ini menjadi tempat mendidik yang menggembirakan. Museum ini teratur melangsungkan seminar, pameran, dan beragam aktivitas mendidik yang lain, menjadikan sebagai pusat peningkatan budaya Gayo.